Peluang Usaha Perhiasan Lokal Kian Menggiurkan

Peluang Usaha Perhiasan Lokal Kian Menggiurkan Peluang Usaha Perhiasan Lokal Kian Menggiurkan

Katanya, perhiasan identik dengan perempuan dan perempuan selalu ingin terlihat cantik dan menawan. Karena itu, bisnis perhiasan selalu memiliki peluang untuk berkembang. Seiring dengan kondisi ekonomi Indonesia yang mulai membaik dan berkembang maka peluang usaha perhiasan lokal semakin menggiurkan untuk dapat meraup untung besar dan cepat break even (BEP).

Keyakinan semacam itulah yang mendorong Alamuddin (43) bertahan menggeluti bisnis perhiasan mutiara lombok sejak tahun 1994. Bersama istrinya, Sukaiah (41), Alamuddin menciptakan desain-desain perhiasan berbahan mutiara yang dibudidayakan di daerah Sekotong, Nusa Tenggara Barat. Alamuddin memadukan mutiara dengan emas putih dan berlian tabor. Emas putih dipilih karena warnanya yang netral sehingga tidak memudarkan kilau mutiara.

Ia membuat perhiasan mutiara dipadu dengan ukiran batu koral yang diukir bermotif bunga. Batu koral itu berwarna-warni sehingga lebih mempercantik desain perhiasan mutiara buatan Alamuddin. Menurut pria asal kota Praya, Kabupaten Lombok Tengah, itu, desain dengan bunga koral tersebut adalah desain terbarunya.

Logo Jakarta International Jewellery Fair 2010
Logo Jakarta International Jewellery Fair 2010

”Mengandalkan keindahan mutiara saja (untuk menarik pembeli) sudah tidak mungkin dilakukan karena begitu banyak orang berbisnis mutiara. Ujung tombaknya adalah melakukan branding agar berbeda dari kompetitor lain serta desain yang kreatif dan inovatif,” kata Alamuddin. Begitu memperkenalkan branding dan corporate identity ini, banyak pembeli berdatangan.

Sebelumnya, ia hanya berkutat dan fokus dengan desain-desain seperti kebanyakan perajin mutiara lain di Lombok. Saat ini Alamuddin bekerja sama dengan perajin mutiara yang ada di Lombok untuk mengerjakan desain pesanannya yang datang berlimpah ruah karena kini ia mampu membedakan diri secara mencolok dengan para perajin lain lewat program branding dan corporate identitynya meskinpun masih dalam skala kecil-kecilan.

Program branding pada dasarnya adalah bentuk dari aktifitas marketing untuk mewujudkan identitas dari sebuah produk, perusahaan atau jasa. Branding dapat memiliki beberapa wujud seperti membuat nama perusahaan, merek, warna yang unik ataupun slogan. Apabila sebuah brand telah memiliki kekuatan hukum yang sah maka dinamakan trademark. Jadi branding dalam skala kecil untuk perusahaan kecil menengah dan UKM ataupun idustri rumah tangga dapat dimulai dari membuat nama produk yang unik dan menciptakan logo.

Menjadi pengusaha mutiara ditekuni Alamuddin sejak 1994. Ketika itu, karena tidak memiliki modal, Alamuddin ”meminjam” perhiasan mutiara dari kenalannya yang memiliki toko perhiasan dan menjualnya ke kantor-kantor atau mendatangi berbagai acara yang dihadiri ibu-ibu pejabat setempat. Berkat kerja keras, ulet dan mau hidup susah (mau menunda hidup enak dan gampang) usaha Alamuddin berkembang hingga ia bisa menyewa ruang pameran (showroom) sendiri selama lima tahun.

Setelah memiliki ruang pameran itulah Alamuddin mengembangkan sendiri desain perhiasan yang ia jual serta mulai melakukan program branding kecil-kecilan.

Hasilnya lumayan, dari ruang pameran itu ia bisa menghasilkan Rp 5 juta-10 juta per hari dengan keuntungan bersih sekitar 15 persen atau dengan keuntungan bersih perbulan minimal 30 juta rupiah. Karena desain yang dibuat kaya akan detail ornamen, perhiasan Alamuddin membidik pasar perempuan usia 40 tahun ke atas. Perhiasan mutiara itu dijual dengan harga Rp 5 juta hingga Rp 25 juta untuk satu set perhiasan berisi cincin, giwang, dan liontin.

Dengan keuntungan yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan dan pangsa pasar yang terus membasar maka peluang usaha perhiasan lokal menjadi sangat menguntungkan dan jalan tercepat untuk balik modal tanpa resiko.

Kekayaan Alam Yang Melimpah Adalah Kunci Bisnis Perhiasan Lokal

Kekayaan alam Indonesia menyediakan bahan baku yang berlimpah. Dipadu dengan keterampilan tangan dalam proses pembuatannya, perhiasan dari Indonesia ini memiliki ciri khas yang berbeda dengan perhiasan buatan luar negeri.

”Di pasar luar negeri, perhiasan kita banyak dicari orang karena kaya dengan detail yang memperlihatkan kerumitan dalam proses pembuatannya. Sayangnya, karena masih dibuat dengan tangan, kita sering kali sulit memenuhi volume produksi yang diminta pasar luar negeri,” kata Johnny Tandiary (46), pemilik Makassar Handycraft Centre, yang khusus memproduksi perhiasan emas kandari.

Kandari adalah proses merangkai benang-benang halus yang terbuat dari emas. Sebelum dirangkai, perajin membuat lebih dulu kerangka bentuk perhiasan yang akan dibuat seperti daun, bunga, butir-butir padi, dan lain-lain. Setelah itu, kerangka yang juga terbuat dari emas itu ”diisi” dengan benang-benang emas. Kandari sudah menjadi kegiatan turun-menurun yang dilakukan masyarakat Bugis sejak zaman dulu.

Johnny adalah generasi ketiga pemilik Makassar Handycraft yang sudah berdiri sejak 1904. Ayah dan kakek Johnny dulunya adalah perajin emas kandari. Ketika mengambil alih usaha perhiasan emas dari ayahnya, pada tahun 1988 Johnny mulai mengutak-atik desain perhiasan emas kandari agar berbeda dengan desain emas kandari lainnya.

Pada umumnya, perajin emas kandari hanya membuat satu tangkai bunga kecil yang lalu diisi benang-benang emas. Di tangan Johnny, satu tangkai bunga itu bisa menjadi serumpun bunga yang jumlahnya banyak dan kadang bertumpuk-tumpuk. Selain itu, Johnny juga tidak hanya membuat motif bunga, tetapi juga butir-butir padi, daun, dan motif lainnya. Ia juga menciptakan motif yang bentuknya abstrak, tetapi tetap cantik ketika dihias dengan isian benang emas.

Dari perhiasan yang biasa melekat di tubuh perempuan, seperti gelang, kalung, cincin atau anting, Johnny mencoba membuat dompet tangan yang seluruhnya terbuat dari emas. Ternyata dompet yang harganya mencapai 50 juta rupiah dan dikerjakan dalam waktu satu bulan itu ramai dicari pembeli.

Logo Capung Dalam Bentuk Pin
Logo Capung Dalam Bentuk Pin

Johnny juga menerima pesanan desain logo-logo perusahaan yang ingin memakai kreasi emas kandari. Pada saat mengikuti pameran perhiasan di Jakarta itu, stan emas kandari ramai dikerumuni pembeli. Hal ini menjadi sangat penting diperhatikan pada saat membuat logo perusahaan karena kebanyakan desainer logo hanya membuat logo yang sedap dipandang mata tanpa memperhatikan implementasi dari logo tersebut apabila ingin dilakukan program branding lebih jauh.

Di bengkel Johnny kini ada 80 perajin perhiasan kandari. Setiap kali ada desain baru yang akan diciptakan, Johnny mengajarkan dulu cara pembuatannya kepada pegawainya. Pegawai ini tidak menerima gaji bulanan, tetapi dibayar dengan komposisi 7-15 persen dari berat emas yang dikerjakannya.

Sejak kecil Johnny sudah belajar membuat perhiasan emas kandari. Sepulang sekolah, ia selalu membantu ibu dan ayahnya yang merangkai sendiri perhiasan emas untuk dijual ke toko. Sekarang ini, kata Johnny, tidak banyak anak muda yang tertarik membuat emas kandari karena pekerjaan ini membutuhkan kreatifitas, ketrampilan, ketekunan dan kesabaran. Soal regenerasi perajin inilah yang sampai sekarang masih menjadi kendala usaha tradisional seperti emas kandari.

Menjelajahi Peluang dan Pasar Baru Dengan Pameran

Melalui pameran, perajin perhiasan lokal mengembangkan pasar di luar wilayahnya. Cara ini ditempuh tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga menambah wawasan serta meningkatkan peluang usaha.

”Setelah ikut pameran, saya jadi tahu lebih banyak tentang desain dan cara melayani pelanggan,” kata Alamuddin. Agar bisa bersaing dengan perajin mutiara lainnya, Alamuddin menyediakan layanan service center sebagai bagian dari customer relationship program yaitu perbaikan perhiasan yang rusak. Bila perbaikannya kecil, ia sama sekali tidak memungut biaya untuk meningkatkan loyalitas pelanggan atau brand loyalty programme.

Awalnya, Alamuddin sempat menolak ketika diajak ikut pameran ke sejumlah daerah. Ketika itu ia berpikir, tidak perlu ikut pameran pun usahanya sudah lumayan menghasilkan. ”Saya sampai dibuatin paspor oleh pemerintah untuk ikut pameran ke Singapura,” kata Alamuddin yang sampai sekarang masih rutin pameran ke Singapura.

Meski beberapa kali pameran ke luar negeri, Johnny Tandiary, pemilik Makassar Handycraft, memilih untuk memperkuat pasar domestik karena permintaan emas kandari lebih banyak di dalam negeri. Kalau di luar negeri, ia harus bisa memenuhi batas minimal produksi. Bila ada pameran di luar negeri, seperti Hongkong atau Dubai, Johnny tetap datang, tetapi hanya untuk mencari desain baru.

Cara lain untuk memperkuat pasar adalah dengan membuat kreasi lain dengan bahan baku yang biasa dipakai untuk membuat perhiasan. Seperti dilakukan I Nyoman Rupadana, perajin perhiasan perak dari desa Celuk, Bali, yang memiliki usaha perhiasan perak sejak 1990.

Sejak satu tahun lalu ia membuat berbagai macam pajangan rumah, seperti bebek, naga, kuda, dan ikan. Untuk kreasi ini Nyoman menggabungkan perak dengan kulit kerang atau kayu. ”Agar bisa bertahan dari persaingan, kami harus mencari sesuatu yang lain dan tidak dapat lagi hanya mengandalakn desain,” kata Nyoman. Bersama teman-temannya sesama perajin di Celuk, ia membentuk kelompok bernama Celuk Design Centre.

Bersama kelompoknya, Nyoman rajin ikut pameran untuk memasarkan pajangan peraknya. Untuk satu pajangan berbentuk bebek, misalnya, harganya bisa mencapai Rp 5 juta

Bacaan Terkait